
Preseden Buruk Penegakan UU Perlindungan Anak, Mudahnya “Damai” Dalam Kasus Guru Tendang Murid di Demak
Demak,koranborgol.com – Dunia pendidikan kabupaten Demak kembali tercoreng akibat ulah seorang guru di SMP negeri 1 Karangawen yang mempraktekkan jurus kungfu, tendangan tanpa bayangan terhadap salah satu muridnya. GAM seorang siswa kelas 7 SMP Negeri 1 Karangawen, Kabupaten Demak, diduga menjadi korban penganiayaan Dm, seorang oknum guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada Selasa pagi, 10 Juni 2025, saat proses pembelajaran berlangsung.
Dilansir dari akun media sosial, MIM, Fajar, kakak dari korban yang berinisial “G”, membenarkan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru tersebut terhadap adiknya.
“Peristiwanya terjadi pagi tadi, 10/6. Adek saya lagi mau ngerjain tes, terus Pak Guru denger suara siulan, dikira adek saya yang siulan. Padahal bukan adek saya, tapi malah dia yang kena tendang di bagian kepala,” ujar Fajar kepada media. Menurut dia, akibat tendangan yang disarangkan oleh oknum guru DM, lanjut Fajar, adiknya GAM mengalami luka lebam di bagian pipi.
Terkait insiden ini, pihak keluarga korban menyayangkan tindakan kekerasan tersebut dan berharap agar pihak sekolah serta dinas terkait dapat memberikan sanksi tegas kepada oknum guru yang bersangkutan.
Sumber dari pihak sekolah yang tidak bersedia disebut namanya menyatakan bahwa guru bersangkutan tengah mengikuti pertemuan internal bersama para siswa yang diduga terlibat dalam kasus tersebut guna membahas tindak lanjut dari pihak sekolah.
“Kami akan mendalami kasus ini secara objektif dan profesional dalam melindungi hak semua pihak, khususnya korban. Kami juga memberikan ruang kepada pihak keluarga untuk memutuskan apakah kasus ini akan dilanjutkan ke proses penyidikan atau diselesaikan secara kekeluargaan,” pungkasnya.
Dilansir dari berbagai media, Polres Demak, Jawa Tengah telah melakukan penanganan terhadap kasus penganiayaan anak tersebut dan menyebut bahwa orang tua korban dan pelaku telah menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan.
Kasat Reskrim Polres Demak, AKP.Kuseni saat dikonfirmasi media ini melalui pesan whatsapp-nya, (12/6), membenarkan hal tersebut. “Kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah, kesepakatan bersama penyelesaian diluar proses hukum” demikian bunyi pesan WhatsApp Kasatreskrim polres Demak AKP.Kuseni.
Berdasarkan keterangan pihak satreskrim polres Demak, tindak kekerasan fisik itu diduga dilakukan oleh DM (58), seorang guru SMP N 1 Karangawen. Adapun korban adalah GAM (13), siswa kelas VII sekolah setempat.
“Kasus kekerasan tersebut viral usai videonya tersebar di media sosial,” kata AKP Kuseni kepada Humas Polres Demak, Rabu (11/6/2025) sore.

Dia menjelaskan bahwa kejadian bermula ketika ujian sekolah akan dimulai, pelaku yang saat itu bertugas sebagai pengawas ujian pada kelas VII C mendengar suara siulan, lalu pelaku menuju kearah korban untuk menanyakan sumber siulan tersebut. Korbanpun menjawab kalau suara siulan tersebut berasal dari luar kelas dan korban kemudian naik meja untuk memastikan sumber suara tersebut lewat jendela, namun korban tidak melihat orang di luar kelas.
“Pelaku kemudian naik meja dan menanyakan kembali apakah korban bersiul, korbanpun dengan tegas menjawab bahwa dirinya tidak bersiul sehingga pelaku marah dan menendang wajah korban menggunakan kaki kanan sebanyak 2 kali,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya sudah menangani kasus atas perbuatan kekerasan di lingkungan sekolah. Pelaku sudah diamankan dan memberikan keterangan mengakui bersalah.
“Kita sudah minta keterangan dan pengakuan dari pelaku. Pelaku membenarkan bahwa dirinya telah melakukan tindakan kekerasan kepada siswanya, dan siap untuk bertanggungjawab atas perbuatannya,” ungkapnya.
Sebelumnya, lanjut Kuseni, pada Selasa (10/6) malam, pihaknya telah menerima laporan dari orangtua korban karena tidak terima anaknya di tendang oleh pelaku. Akibat tendangan tersebut, pipi kiri korban mengalami lebam dan kepala pusing sehingga harus dibawa ke RSUD Sultan Fatah Karangawen untuk mendapatkan perawatan.
“Pagi harinya kami langsung mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) untuk melakukan klarifikasi dan meminta keterangan dari semua pihak yang terlibat dalam kejadian ini. Kasus tersebut dalam penanganan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Demak,” ungkapnya.
Kuseni menambahkan, pihaknya telah mengundang orang tua korban untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Ia memastikan Kepolisian akan menangani kasus ini secara profesional dan sesuai prosedur hukum.
Sejumlah elemen civil society Demak mengutuk keras perbuatan oknum guru sekolah negeri tersebut dan akan mendesak aparat penegak hukum untuk segera menuntaskan masalah itu.
Sementara itu Ketua DPP LSM Aliansi Tajam R. Sefrin Ibnu Widiatmoko, SH, M,H saat dimintai tanggapannya atas kasus tersebut menyatakan bahwa UU No.35/2014 pasal 9 ayat (1a) mengamanatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan.
“Apapun alasannya, kata Sefrin, tindakan oknum guru tersebut adalah sebuah bentuk kekerasan terhadap anak sehingga pelakunya dapat dikenakan pasal pelanggaran atas UU perlindungan terhadap anak”, ujarnya kepada media ini saat dikonfirmasi lewat sambungan telpon pada Jumat (13/6).
Sefrin menjelaskan, Pasal 20 UU No.35/2014 secara jelas memerintahkan, Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Menurutnya, mudahnya kesepakatan damai dalam penyelesaian kasus tersebut akan menjadi preseden buruk dalam upaya penegakan UU Perlindungan Anak.
“Restorative Justice (RJ) yang terlalu cepat pada kasus guru berinisial DM yang melakukan penganiayaan terhadap muridnya saat ujian sekolah berlangsung di dalam kelas akan mengundang opini liar masyarakat. Apakah semudah itu prosesnya, guru naik atas meja lalu nendang kepala murid jelas pelanggaran berat terhadap undang-undang, lha kok tiba-tiba ada kesepakatan damai. Seharusnya polisi melakukan investigasi lebih mendalam, ada tidaknya tekanan psikologis terhadap korban atau orang tua korban sehingga narasi RJ bisa muncul secepat itu,” paparnya.
Sefrin menambahkan, dalam Undang-Undang 35 tahun 2014 pasal 54 ayat (1) disebutkan bahwa anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Dan ayat (2) yang menyebutkan bahwa perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Sebagai elemen kontrol sosial, lanjut Sefrin, DPP Aliansi Tajam akan mengawal kasus tersebut agar hal-hal semacam itu tidak terulang. Dirinya berpendapat, UU Perlindungan Anak memberi ruang kepada masyarakat untuk berperan serta dalam melakukan perlindungan anak baik secara perseorangan maupun kelompok. Seperti diatur dalam Pasal 72 ayat (1) yang menyatakan bahwa masyarakat berperan serta dalam Perlindungan Anak, baik secara perseorangan maupun kelompok. Ayat (2) juga mempertegas dengan menyebut Peran Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga kesejahteraan sosial, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, media massa, dan dunia usaha.
Sefrin juga menilai kasus tindak kekerasan pendidik terhadap murid hanya bagian kecil dari buramnya potret pendidikan di kabupaten Demak. Tindak asusila yang dilakukan oleh tenaga pendidik terhadap siswanya, kasus pemotongan gaji GTT/PTT, tradisi pungli di satuan pendidikan tingkat dasar hingga hak-hak siswa SD yang dikorbankan hanya karena masalah administrasi proyek menjadi gambaran betapa buruknya kualitas layanan tingkat dasar bidang pendidikan yang diberikan pemerintah daerah setempat kepada rakyatnya.
“Tetapi saya berharap, meskipun terjadi RJ (Restorative Justice ) di Kepolisian pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Demak tetap harus mengambil langkas tegas dan memberikan sanksi bagi guru tersebut, agar tidak ada lagi peristiwa seperti ini yang bisa mencoreng nama baik tenaga pendidik di Kabupaten Demak khususnya”, pungkas Sefrin sebelum menutup sambungan telponnya.
Terpisah , Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Demak Haris Wahyudi Ridwan saat dikonfirmasi media ini melalui pesan whatsapp-nya, (11/6), hanya menjawab,” Terimakasih informasinya, segera kita turunkan team dan TL hal tersebut.” ** YK