Masyarakat Kecewa, Kualitas Talud Jalan Lombok Tengah Buruk
LOMBOK,KORANBORGOL.COM – Peningkatan jalan Kabupaten Lombok tengah tahun anggaran 2022, yang dimenangkan oleh CV. VATHIR LESTARI dengan anggaran Rp 11.169.999.000 hasilnya sangat mengecewakan.
Akibatnya, sejumlah warga meminta Dinas PUPR Lombok tengah untuk tidak menerima dan tidak membayarkan pekerjaan tersebut karena diduga campuran agregatnya jauh dari standar yang ada di RAB sehingga baru sebulan terpasang, sudah terjadi kerusakan disana sini bahkan di beberapa titik sudah ambruk.
Menurut warga sekitar, Sahud menerangkan bahwa ini pekerjaan paling jelek seluruh Indonesia dimana campurannya di duga 1 : 20 sehingga di genggam saja agregatnya berdebu dan pasangannya lepas.
“ jangankan kita pakai linggis bang, baru kita congkel pakai jari saja sudah lepas dan berjatuhan”, ungkapnya saat ditemui dilokasi pada Kamis siang (25/8/2022).
Tim media Borgol membuktikan sendiri kabar tersebut, bahkan ketika langsung diajak oleh warga setempat ke lapangan, memang terlihat banyak talud yang roboh dan setiap sepuluh sampai duapuluh meter ada saja yang terkelupas dan lepas batu dari pasangannya.
Ketika di konfirmasi kepada PPK proyek pembangunan jalan kabupaten ini, pihak PUPR Lombok Tengah PK Marzadi mengatakan bahwa atas adanya laporan yang masuk, Tim PUPR sudah turun ke lapangan dan siap akan di bongkar dan di perbaiki.
Lebih jauh lagi ditanyakan kepada PPK di PUPR Lombok tengah kenapa bisa terpasang hampir 2 KM baru akan dibongkar atas laporan yang masuk ? PK Marzadi mengatakan bahwa itu pekerjaan yang disubkonkan.
Terpisah, Herman selaku manager lapangan CV.VATHIR LESTARI menjelaskan bahwa pekerjaan ini milik bossnya , ” Lg ” yang mendapatkan tiga pekerjaan proyek di Lombok Tengah dan yang berada di Ruas jalan Landah – Bilalando ini memang di akui kurang bagus kualitasnya.
“Subkontnya berapa kali kita tegur tidak merespon”, kata Herman .
Disinggung terkait bossnya yang dikenal sebagai salah satu Naga di NTB ini, bisa mendapatkan tiga proyek sekaligus di Lombok tengah tersebut ? Herman tidak menjawab, dan ketika dipertanyakan apakah kualitas pekerjaan yang dilaksanakan oleh subkont menjadi tidak berkualitas karena CV.VATHIR LESTARI sebagai pemenang / Mainkont memotong terlalu besar anggaran yang diberikan kepada subkont, sehingga untuk mendapatkan untung subkont harus mengorbankan kwalitas ? Herman menjawab bahwa harga yang diberikan kepada subkont adalah Rp 450.000 / M3 .
Dia mengatakan bahwa pasangan tersebut bukan tidak ada semennya tapi karena pasirnya yang kurang daya rekatnya sehingga kualitas pasangannya seperti itu
Dari pantauan media ini dan dari hasil wawancara pada warga sekitar lokasi proyek, patut di duga pasangan Talut tersebut kedalaman pondasinya tidak sesuai RAB dan campuran agregatnya jauh dari speck.
Apalagi disebutkan oleh manager lapangannya bahwa pasirnya tidak memiliki daya rekat maka sangat wajar jika masyarakat meminta pihak dinas terkait untuk membongkar dan memasang ulang sesuai gambar dan RAB secara keseluruhan, jangan terkesan kompromi.dan hanya membongkar dan memperbaiki titik yang sudah roboh saja.
Sangat disayangkan jika pengawas utama dari PUPR dan dari pihak Mainkont telah lalai dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebab jika seperti ini sudah terpasang sekian kilo Meter, Baru ditegur dan di Bongkar ulang maka lagi – lagi yang jadi korban adalah Subkont , pengusaha kecil setempat, dimana harga pelaksanaan yang diberikan sudah banyak di potong oleh maintkont kini pekerjaannya harus di bongkar pula.
Hal ini bisa jadi adalah fenomena gungug es jika tidak segera ditindak. dimana pekerjaan fisik dilapangan kualitasnya buruk, bisa jadi karena biaya kerja sudah banyak dipotong oleh pemenang kontrak, jangan sampai pemenang kontrak juga sudah menyetor sesuatu ke panitia ini perlu ditelusuri supaya jelas apa yang melatar belakangi sehingga sering kali suatu pekerjaan proyek kualitasnya menjadi Buruk
Untuk itu Sahud, salah satu tokoh masyarakat setempat berharap kepada pemerintah daerah Lombok Tengah agar bisa memperhatikan kontraktor lokal, jangan terkesan di monopoli oleh satu orang konglomerat dengan bendera yang berbeda menguasai proyek – proyek yang ada dan pengusaha lokal hanya bisa ngesub saja dengan harga yang sudah jauh terpotong.**DON